Di sebuah kota kecil yang sunyi, ada seorang pria bernama Sandi. Ia dikenal sebagai sosok yang ramah, humoris, dan penuh percaya diri, meskipun ia terlahir tanpa kedua tangan. Dengan keterbatasan fisiknya, Sandi mampu melakukan banyak hal yang membuat orang lain kagum. Ia menggunakan kakinya untuk menulis, melukis, bahkan bermain alat musik. Orang-orang menghormatinya dan menganggapnya inspirasi.
Namun, di balik senyum ramah dan cerita-cerita inspiratifnya, ada sisi gelap yang tak pernah terungkap. Dalam diam, Sandi memanfaatkan kepercayaannya untuk mendekati banyak wanita. Ia sering menawarkan bimbingan atau bantuan, khususnya kepada perempuan muda yang membutuhkan dukungan emosional. Tidak ada yang mencurigai pria tanpa tangan ini, apalagi berpikir bahwa ia mampu melakukan sesuatu yang buruk.
Lina, salah satu korbannya, mulai merasa ada yang aneh. Awalnya, ia menganggap perhatian Sandi sebagai hal biasa. Namun, Sandi mulai bertindak melampaui batas. Dengan menggunakan kakinya, ia mencoba melakukan kontak fisik yang tidak pantas. Lina merasa terkejut dan bingung, tetapi ia takut untuk melaporkannya. "Siapa yang akan percaya kalau seorang disabilitas bisa melakukan ini?" pikirnya.
Seiring waktu, keberanian Lina muncul setelah ia bertemu dengan korban lainnya. Dalam sebuah pertemuan rahasia, Lina mengetahui ada 14 wanita lain yang mengalami hal serupa. Mereka semua takut bersuara karena stigma dan rasa malu. Namun, mereka akhirnya memutuskan untuk melaporkan tindakan Sandi ke polisi.
Kasus ini mengejutkan masyarakat. Banyak yang tidak percaya bahwa Sandi, si "inspirasi kota", bisa melakukan hal seperti itu. Beberapa orang bahkan membela Sandi, menganggap laporan itu sebagai fitnah. Namun, bukti dan kesaksian dari para korban terlalu kuat untuk diabaikan. Sandi akhirnya diadili dan terbukti bersalah.
Ketika persidangan selesai, salah satu korban berkata, "Disabilitas bukan alasan untuk membenarkan kejahatan. Kita semua setara di mata hukum."
Cerita ini menjadi pelajaran bagi semua orang bahwa kebaikan sejati bukan hanya tentang kemampuan fisik, tetapi juga hati dan perilaku yang tulus. Kota kecil itu kini tidak hanya belajar tentang keberanian, tetapi juga tentang pentingnya keadilan tanpa diskriminasi.