Saifullah.id - Banyak yang menyamakan presiden Jokowi itu Fir'aun dengan metode yang mereka sebut dengan Cocoklogi (mencocokan sesuatu semaunya). Padahal Presiden kita orang islam. Parahnya lagi tuduhan itu berasal dari mulut orang islam sendiri. Sekeji itukah akhlak seorang muslim sampai-sampai menghina pemimpin sendiri?
Banyak sekali ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad yang memerintahkan taat kepada pemimpin meskipun pemimpin itu menyiksa kita, yang terpenting pemimpin itu tidak menyuruh kita bermaksiat atau keluar dari jalan Allah. Bahkan banyak juga sadba Rasulullah tentang larangan menghina/tidak taat pada pemimpin yang berkuasa.
1. Ayat Perintah Menaati Pemimpin
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
َا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin/ penguasa) di antara kamu.” (QS. An Nisa’: 59)
Pemimpin adalah orang yang wajib kita taati setelah Allah dan Rasul-Nya.
2. Perintah Tetap Taat Meskipun Punggung Dipukul dan Harta Diambil
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan ada para pemimpin/penguasa setelahku yang mengikuti petunjuk bukan dengan petunjukku dan menjalankan sunnah namun bukan sunnahku. Dan akan ada di antara mereka orang-orang yang memiliki hati laksana hati syaitan yang bersemayam di dalam raga manusia.” Maka Hudzaifah pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus kulakukan jika aku menjumpainya?” Beliau menjawab, “Kamu harus tetap mendengar dan taat kepada pemimpin itu, walaupun punggungmu harus dipukul dan hartamu diambil. Tetaplah mendengar dan taat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Imarah)Banyak orang saat ini yang koar-koar ingin melengserkan presiden, padahal pemerintahan saat ini masih menjalankan perintah agama. Di Indonesia sendiri rukun islam di atur dalam pemerintahan. Mulai dari pelaksanaan sholat yang tidak dilarang meskipun speaker masjid sudah menyala sebelum waktu sholat, Sementara di negara lain tidak sebebas di negara kita saat beribadah.
Selain itu, pelaksaan puasa di atur juga oleh pemerintah, kapan awal dan akhir puasa di fasilitasi negara untuk melakukan penelitian dan penetapannya.
Zakat dan Haji juga sudah di atur oleh pemerintah, lalu apa kurangnya lagi? Negara sudah mengatur semua hal yang berhubungan dengan rukun islam yang menjadi pondasi orang beriman.
Memukul atau mengambil harta saja belum dilakukan pemimpin tapi rakyatnya sudah memponis, menghina, dan menghujat pemimpin. Padahal di dalam hadits di atas sangat jelas di terangkan meskipun dipukul dan harta kita di ambil tetap saja wajib hukumnya taat pada pemimpin.
3. Perintah Taat Meskipun Pemimpin Seorang Budak Hitam
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“…Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah Yang Mahamulia lagi Mahatinggi, tetaplah mendengar dan mentaati, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak hitam…“ (HR. Ahmad (IV/126,127, Abu Dawud (no. 4607) dan at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Darimi (I/44), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/205) dan al-Hakim (I/95-96), dari Sahabat ‘Irbadh bin Sariyah . Dishahihkan oleh al-Hakim dan di-sepakati oleh adz-Dzahabi. Lafazh ini milik al-Hakim)
4. Taat Kepada Pemimpin Muslim Sama Seperti Taat Kepada Rasulullah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah, barangsiapa yang taat kepada amirku (yang muslim) maka ia taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada amirku, maka ia maksiat kepadaku.” (HR. Al-Bukhari (no. 7137), Muslim (no. 1835 (33)), Ibnu Majah (no. 2859) dan an-Nasa-i (VII/154), Ahmad (II/252-253, 270, 313, 511), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (X/41, no. 2450-2451), dari Sahabat Abu Hurairah)
5. Perintah Menaati Pemimpin Meskipun Dia Tidak Memberikan Hak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
6. Larangan Memerangi Pemimpin Yang Mendirikan Shalat
“Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membencinya dan membenci kalian, yang kalian melaknatinya dan melaknati kalian.” Dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tidakkah kita melawannya dengan pedang?” Beliau mengatakan, “Jangan, selama ia mendirikan shalat (di antara) kalian dan jika kalian melihat pada pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci maka bencilah amalnya dan jangan kalian cabut tangan kalian dari ketaatan.” (Sahih, HR. Muslim)
7. Perintah Taat Pada Pemimpin Meski Dia Egois dan Engkau Membencinya
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Hendaklah engkau dengar dan taat kepada pemimpinmu baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah, baik dalam keadaan rela ataupun dalam keadaan tidak suka, dan saat ia lebih mengutamakan haknya daripada engkau.” (HR. Muslim no. 1836).
8. Bersabar VS Mati Dalam Keadaan Jahiliyah
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari Ibnu abbas ia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang melihat sesuatu yang dibencinya dari pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar, sesungguhnya siapa yang meninggalkan jamaah barang satu jengkal saja lalu ia mati maka kematiannya berada dalam kejahiliyaan”. (HR. Muslim: 1849 3/1477)
9. Larangan Taat Jika Diperintahkan Maksiat Kepada Allah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
10 Larangan Taat Jika Disuruh Maksiat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Lalu banyak bermunculan argumen seperti ini di sosial media.
Apa iya derajat seorang presiden yang jelas seorang muslim lebih rendah dari firaun? Apa iya kita lebih baik dari nabi Musa?
Padahal jika kita kaji kembali ke zaman Fir'aun, dia tidak diadzab karena kekuasaan, bukan karena urusan politik. Melainkan karena dia tidak mau menyembah Tuhannya Musa dan enggan mengikuti kepercayaan yang Musa anut. Bahkan Fir'aun menganggap dirinya sebagai Tuhan.
Jadi di adzab karena tidak meyakini adanya Allah. Di surat An-Naazi'at dari ayat 17-25 Allah berfirman:
Silakan rujuk ke kitab-kitab tafsir para ulama salaf atau kontemporer. Sebenarnya dengan membaca terjemahan insya Allah cukup memberikan alasan kenapa Fir'aun diadzab oleh Allah.
Soal dana haji dan lainnya. Saya harap kita semua paham soal tatanegara bukan hanya diatur presiden saja. Pemerintahan pasti ada pembantunya. Sebagaimana di desa. Dan belum tentu setiap pejabat memiliki attitude dan moral yang baik. Jadi itu bukan fokus masalah kita.
Kenapa Fir'aun tidak memakan dana haji? Karena belum disyariatkan berhaji. Kenapa Fir'aun tidak curang? Karena di sana belum ada sistem demokrasi.
Menghina sesama muslim saja sudah bisa dikategorikan melakukan kejahatan, apalagi menghina pemimpin (muslim). Dalam Al-Qur'an Allah berfirman:
Dalam hadist yang diriwayatkan imam Muslim juga diterangkan. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Menyamakan pemimpin sekarang (Presiden Jokowi) dengan firaun sama aja menghina. Apakah dengan menghina bisa merubah keadaan? Harusnya di doakan. Keburukan yang terjadi selalu yang disalahkan pemerintah, giliran ditanya udah berbuat apa untuk negeri, tidak bisa menjawab. Menghina orang lain itu sama aja merasa diri lebih baik (sombong)
Ada hadits rasulullah صلى الله عليه وسلم yang berbunyi :
Kalau memang kita merasa didzalimi, silakan berdoa. Itu waktu yang sangat mustajab. Fiqh dalam berdoa juga dihadirkan, jangan berdoa sesuai hawa nafsu kita. Doakan orang yang mendzalimi agar mendapat hidayah agar kembali pada jalan yang lurus.
Dan ketika ada pemimpin yang dzalim, apa yang harus kita lakukan? Rasul memerintahkan bersabar. Tidak ada intruksi lain. Kecuali ketika mereka memerintahkan kemaksiatan, maka kita wajib ingkari dan benci perbuatan pemimpin tersebut. Bukan menggelar demo dan ingin menggulingkan pemerintahan. Karena pemerintahan yang didapat dari hasil menggulingkan pemerintahan sah biasanya pemimpin selanjutnya akan dipimpin oleh pemimpin yang lebih buruk
Saya jadi teringat beberapa kisah yang ada di dalam kitab. أثر الفتون Efek dari fitnah (cobaan).
Ada kisah seorang tabi'in bernama Imam Hasan al-Bashri, saya yakin nama ini tidak asing di antara kita. Ketika beliau diajak para sahabat dan muridnya untuk melawan pemerintah yang dianggap dzalim. Beliau berlepas diri dan enggan masuk ke dalam fitnah.
Akhirnya beliau selamat, dan para sahabatnya berguguran. Sahabat lain yang tersisa merasa menyesal sudah melawan pemerintah dan tidak menuruti pesan Imam Hasan al-Bashri tersebut.
Kemudian kejadian Imam Bukhari dan Imam Ahmad ketika dipimpin oleh pemimpin dari golongan mu'tazilah, mereka diperintahkan untuk mengatakan bahwasannya Al-quran itu makhluk Allah dan itu bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal jamaah bahwa Alquran adalah kalamullah, perkataan Allah dan bukan makhluk Allah. Ketika mereka diajak para murid dan sahabatnya untuk melawan pemerintah dzalim, beliau justru mendoakan pemimpinnya.
Padahal kalau para imam ini mau mengerahkan masa. Bisa jadi pemerintahan saat itu hancur, karena jamaahnya sudah terlampau banyak. Tapi karena keilmuan dan kefaqihan beliau, beliau cukupkan dengan bersabar dan menyibukan diri menuntut ilmu daripada mengkritik pemerintah.
Masih banyak kisah para ulama kita dahulu dengan para pemimpin yang bisa jadi lebih dzalim dari pemerintah kita ini. Ada kisah syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ada muridnya yang Ibnul Qayyim dan banyak lagi. Silakan cari saja sejarahnya. Dan sekarang kepemimpinan dzalim mereka sudah hilang sendirinya dengan ijin Allah. Walluhu a'lam bishawab.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
…أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ آمَرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ…
“…Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah Yang Mahamulia lagi Mahatinggi, tetaplah mendengar dan mentaati, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak hitam…“ (HR. Ahmad (IV/126,127, Abu Dawud (no. 4607) dan at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Darimi (I/44), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/205) dan al-Hakim (I/95-96), dari Sahabat ‘Irbadh bin Sariyah . Dishahihkan oleh al-Hakim dan di-sepakati oleh adz-Dzahabi. Lafazh ini milik al-Hakim)
Pemimpin orang Indonesia saat ini memang bukan berasal dari kaum bangsawan atau Elit. Tapi itu tidak bisa dijadikan penyebab kita mengingkarinya. Sebab di dalam hadits diterangkan bahwa meskipun pemimpinnya dari kalangan sangat bawah yang jelek (budak hitam), kita tetap wajib mentaatinya.
4. Taat Kepada Pemimpin Muslim Sama Seperti Taat Kepada Rasulullah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي.
“Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah, barangsiapa yang taat kepada amirku (yang muslim) maka ia taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada amirku, maka ia maksiat kepadaku.” (HR. Al-Bukhari (no. 7137), Muslim (no. 1835 (33)), Ibnu Majah (no. 2859) dan an-Nasa-i (VII/154), Ahmad (II/252-253, 270, 313, 511), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (X/41, no. 2450-2451), dari Sahabat Abu Hurairah)
Saking pentingnya taat kepada pemimpin muslim, Rasulullah sampai memberikan gambaran bahwa taat kepada pemimpin sama seperti taat kepada Rasulullah, dan ingkar kepada pemimpin sama seperti ingkar kepada Rasulullah. Mau ingkar kepada nabi sendiri?
5. Perintah Menaati Pemimpin Meskipun Dia Tidak Memberikan Hak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهَا سَتَكُوْنُ بَعْدِيْ أَثَرَةٌ وَأُمُوْرٌ تُنْكِرُوْنَهَا. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَمَا تَاْمُرُنَا؟ قَالَ: تُؤَدُّوْنَ الْحَقَّ الَّذِيْ عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الَّذِيْ لَكُمْ
“Sesungguhnya akan terjadi setelahku para pemimpin yang mementingkan diri mereka (tidak memberikan hak kepada orang yang berhak) dan perkara-perkara yang kalian ingkari.” Mereka mengatakan, “Wahai Rasullullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab, “Berikan hak mereka yang menjadi kewajiban kalian dan mintalah kepada Allah hak kalian.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)
Ketika pemimpin kita tidak memberikan hak rakyat, tugas kita cuma satu, yaitu memberikan kewajiban kita kepada orang yang berhak, dan meminta hak kita kepada Allah. Tidak ada perintah ingkar atau tidak taat kepada pemimpin, justru kita yang di suruh untuk melaksanakan tugas yang seharusnya pemimpin kita kerjakan.
يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قَامَتْ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَسْأَلُوْنَا حَقَّهُمْ وَيَمْنَعُوْنَ حَقَّنَا فَمَا تَأْمُرُنَا؟ … قَالَ: اسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوْا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ
“Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika pemimpin kami adalah pemimpin yang meminta kepada kami hak mereka dan tidak memberikan kepada kami hak kami?”… Beliau menjawab, “Dengar dan taati, sesungguhnya kewajiban mereka apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajiban kalian apa yang dibebankan kepada kalian.” (Sahih, HR. Muslim)Setiap orang memiliki kewajiban masing-masing, pemimpin wajjib melaksanakan kewajibannya mengayomi masyarakat, sedangkan masyarakat wajib melaksanakan perintah pemimpin selama tidak bermaksiat. Namun ketika pemimpin tidak menjalankan kewajibannya untuk memberikan hak rakyat, bukan berarti rakyat boleh untuk tidak taat kepada pemimpin. Kalau seperti itu berarti sama bobrok antara keduanya. Justru kita di ajarkan nabi untuk tetap melaksanakan apa yang diperintahkan kepada kita oleh pemimpin.
6. Larangan Memerangi Pemimpin Yang Mendirikan Shalat
شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ وَتَلْعَنُوْنَهُمْ وَيَلْعَنُوْنَكُمْ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لاَ، مَا أَقَامُوْا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُوْنَهُ فَاكْرَهُوْا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوْا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
“Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membencinya dan membenci kalian, yang kalian melaknatinya dan melaknati kalian.” Dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tidakkah kita melawannya dengan pedang?” Beliau mengatakan, “Jangan, selama ia mendirikan shalat (di antara) kalian dan jika kalian melihat pada pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci maka bencilah amalnya dan jangan kalian cabut tangan kalian dari ketaatan.” (Sahih, HR. Muslim)
Presiden kita bapak Joko Widodo sering dikecam akan dibunuh, dilengserkan dan perangi, beliau dihujat, difitnah, dan dicaci maki dengan memberikan gelar Fir'aun kepada beliau. Padahal beliau merupakan orang yang taat beribadah, sholat lima waktu bahkan sering puasa sunnah. Berbeda jauh dengan Fir'aun yang tidak mengakui Tuhan. Maka dari itu Rasulullah berpesan untuk selalu menaati pemimpin apalagi pemimpin tersebut selalu menjaga sholatnya.
7. Perintah Taat Pada Pemimpin Meski Dia Egois dan Engkau Membencinya
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِى عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ
“Hendaklah engkau dengar dan taat kepada pemimpinmu baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah, baik dalam keadaan rela ataupun dalam keadaan tidak suka, dan saat ia lebih mengutamakan haknya daripada engkau.” (HR. Muslim no. 1836).
Sebenci apapun kita kepada pemimpin, setidak rela apapun kita kepadanya, dan seegois apapun seorang pemimpin, tugas kita cuma satu, yaitu taat.
8. Bersabar VS Mati Dalam Keadaan Jahiliyah
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن بن عباس t قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((من رأى من أميره شيئا يكرهه فليصبر فإنه من فارق الجماعة شبرا فمات فميتة جاهلية)) (رواه مسلم: 3/1477 (1849)
Dari Ibnu abbas ia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang melihat sesuatu yang dibencinya dari pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar, sesungguhnya siapa yang meninggalkan jamaah barang satu jengkal saja lalu ia mati maka kematiannya berada dalam kejahiliyaan”. (HR. Muslim: 1849 3/1477)
Pemimpin itu manusia biasa, pasti ada kesalahan dan hal yang tidak kita sukai darinya. Namun, ketidak sempurnaan itu tidak bisa menjadikan alasan untuk tidak taat kepadanya. Dalam hadits di atas kita diperintahkan hanya bersabar dan jangan ingkar karena ada ancaman yang semua orang pasti tidak menginginkannya, yaitu meskipun islam tapi kematiannya berada dalam kejahiliyahan saat berpaling dari pemimpin.
9. Larangan Taat Jika Diperintahkan Maksiat Kepada Allah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَطاَعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tidak (boleh) taat (terhadap perintah) yang di dalamnya terdapat maksiyat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebajikan” (HR. Al-Bukhari (no. 4340, 7257), Muslim (no. 1840), Abu Dawud (no. 2625), an-Nasa-i (VII/159-160), Ahmad (I/94), dari Sahabat ‘Ali z. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (1/351 no. 181) oleh Syaikh Al-Albani)Kita hanya boleh untuk tidak taat kepada pemimpin jika disuruh melakukan kemaksiatan kepada Allah. Selain perintah itu kita harus tetap taat.
10 Larangan Taat Jika Disuruh Maksiat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Wajib atas seorang Muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) pada apa-apa yang ia cintai atau ia benci kecuali jika ia disuruh untuk berbuat kemaksiatan. Jika ia disuruh untuk berbuat kemaksiatan, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.” (HR. Al-Bukhari (no. 2955, 7144), Muslim (no. 1839), at-Tirmidzi (no. 1707), Ibnu Majah (no. 2864), an-Nasa-i (VII/160), Ahmad (II/17, 142) dari Saha-bat Ibnu ‘Umar c. Lafazh ini adalah lafazh Muslim)Lalu banyak bermunculan argumen seperti ini di sosial media.
Sekejam-kejamnya Fir'aun gak pernah NGEMBAT Dana haji buat bangun infrastruktur.Itulah susahnya kalau manusia udah pakai metodologi cocokologi, hal yang berhubungan dengan agama tapi penafsirannya tidak merujuk pada dari dalil al-qur'an dan hadits, justru menterjemahkan sesuatu seenak nafsu. Akhirnya menghina pemimpin seenaknya, mecocokan sesuatu yang dasarnya jauh beda. Lalu menjatuhkan ponis seenaknya. Bilang pemimpin kafirlah, firaunlah, Nabi Musa aja di utus oleh Allah untuk mengajak orang sekelas Firaun kembali kejalan Tuhan dengn cara baik-baik, bukan untuk di hina, dicaci maki, apalagi difitnah.
Sekeji-kejinya Fir'aun gak pernah mengatakan bahwa "KECURANGAN adalah bagian Demokrasi.
Apa iya derajat seorang presiden yang jelas seorang muslim lebih rendah dari firaun? Apa iya kita lebih baik dari nabi Musa?
Padahal jika kita kaji kembali ke zaman Fir'aun, dia tidak diadzab karena kekuasaan, bukan karena urusan politik. Melainkan karena dia tidak mau menyembah Tuhannya Musa dan enggan mengikuti kepercayaan yang Musa anut. Bahkan Fir'aun menganggap dirinya sebagai Tuhan.
Jadi di adzab karena tidak meyakini adanya Allah. Di surat An-Naazi'at dari ayat 17-25 Allah berfirman:
اذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ
"Pergilah kamu kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas"Silakan rujuk ke kitab-kitab tafsir para ulama salaf atau kontemporer. Sebenarnya dengan membaca terjemahan insya Allah cukup memberikan alasan kenapa Fir'aun diadzab oleh Allah.
Soal dana haji dan lainnya. Saya harap kita semua paham soal tatanegara bukan hanya diatur presiden saja. Pemerintahan pasti ada pembantunya. Sebagaimana di desa. Dan belum tentu setiap pejabat memiliki attitude dan moral yang baik. Jadi itu bukan fokus masalah kita.
Kenapa Fir'aun tidak memakan dana haji? Karena belum disyariatkan berhaji. Kenapa Fir'aun tidak curang? Karena di sana belum ada sistem demokrasi.
Menghina sesama muslim saja sudah bisa dikategorikan melakukan kejahatan, apalagi menghina pemimpin (muslim). Dalam Al-Qur'an Allah berfirman:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." (QS. Al-Humazah: 1)Dalam hadist yang diriwayatkan imam Muslim juga diterangkan. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” (H.R. Muslim 2564)Menyamakan pemimpin sekarang (Presiden Jokowi) dengan firaun sama aja menghina. Apakah dengan menghina bisa merubah keadaan? Harusnya di doakan. Keburukan yang terjadi selalu yang disalahkan pemerintah, giliran ditanya udah berbuat apa untuk negeri, tidak bisa menjawab. Menghina orang lain itu sama aja merasa diri lebih baik (sombong)
Ada hadits rasulullah صلى الله عليه وسلم yang berbunyi :
(سباب المؤمن فسوق وقتاله كفر (رواه مسلم
"Mencaci-maki seorang mukmin adalah suatu kejahatan dan memeranginya adalah suatu kekufuran." (HR. Muslim diambil dari buku 1100 hadits terpilih milik Dr. Muhammad Faiz Almath)Kalau memang kita merasa didzalimi, silakan berdoa. Itu waktu yang sangat mustajab. Fiqh dalam berdoa juga dihadirkan, jangan berdoa sesuai hawa nafsu kita. Doakan orang yang mendzalimi agar mendapat hidayah agar kembali pada jalan yang lurus.
(دعوة المظلوم مستجابة وإن كان فاجرا، ففجوره على نفسه (رواه أحمد
"Doa seseorang yang didzalimi itu diijabah, meskipun dia orang jahat dan kejahatannya menimpa dirinya sendiri." (HR. Ahmad)Dan ketika ada pemimpin yang dzalim, apa yang harus kita lakukan? Rasul memerintahkan bersabar. Tidak ada intruksi lain. Kecuali ketika mereka memerintahkan kemaksiatan, maka kita wajib ingkari dan benci perbuatan pemimpin tersebut. Bukan menggelar demo dan ingin menggulingkan pemerintahan. Karena pemerintahan yang didapat dari hasil menggulingkan pemerintahan sah biasanya pemimpin selanjutnya akan dipimpin oleh pemimpin yang lebih buruk
Saya jadi teringat beberapa kisah yang ada di dalam kitab. أثر الفتون Efek dari fitnah (cobaan).
Ada kisah seorang tabi'in bernama Imam Hasan al-Bashri, saya yakin nama ini tidak asing di antara kita. Ketika beliau diajak para sahabat dan muridnya untuk melawan pemerintah yang dianggap dzalim. Beliau berlepas diri dan enggan masuk ke dalam fitnah.
Akhirnya beliau selamat, dan para sahabatnya berguguran. Sahabat lain yang tersisa merasa menyesal sudah melawan pemerintah dan tidak menuruti pesan Imam Hasan al-Bashri tersebut.
Kemudian kejadian Imam Bukhari dan Imam Ahmad ketika dipimpin oleh pemimpin dari golongan mu'tazilah, mereka diperintahkan untuk mengatakan bahwasannya Al-quran itu makhluk Allah dan itu bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal jamaah bahwa Alquran adalah kalamullah, perkataan Allah dan bukan makhluk Allah. Ketika mereka diajak para murid dan sahabatnya untuk melawan pemerintah dzalim, beliau justru mendoakan pemimpinnya.
Padahal kalau para imam ini mau mengerahkan masa. Bisa jadi pemerintahan saat itu hancur, karena jamaahnya sudah terlampau banyak. Tapi karena keilmuan dan kefaqihan beliau, beliau cukupkan dengan bersabar dan menyibukan diri menuntut ilmu daripada mengkritik pemerintah.
Masih banyak kisah para ulama kita dahulu dengan para pemimpin yang bisa jadi lebih dzalim dari pemerintah kita ini. Ada kisah syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ada muridnya yang Ibnul Qayyim dan banyak lagi. Silakan cari saja sejarahnya. Dan sekarang kepemimpinan dzalim mereka sudah hilang sendirinya dengan ijin Allah. Walluhu a'lam bishawab.