Hal yang menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa perkuliahan terjadi pada semester akhir, semester 8. Dimana setelah mereka PKL (Praktek Kerja Lapangan) di semester 7, mereka di tuntut untuk mengerjakan tugas akhir seperti membuat proposal, melakukan penelitian, dan menyelesaikan tugas skripsi.
Banyak tahapan yang harus dilalui seperti kepengurusan surat menyurat untuk keperluan seminar dan sidang, belum lagi minta tanda tangan dosen yang bersangkutan yang biasa susah untuk ditemui.
Alih-alih mengerjakan tugas, sebagian dari mahasiswa justru menyibukkan diri dengan pekerjaan lain seperti kerja di luar sampai lupa dengan tugas skripsi.
Mereka merasa memikirkan tugas hanya membuat stres berkepanjangan dan bikin jengkel ketika harus menunggu dosen yang sering kali PHP (Pemberi Harapan Palsu) ketika membuat janji temu.
Akhirnya, banyak diantara mahasiswa yang harus wisuda melewati semester 8 atau telat lulus sampai disebut-sebut sebagai mahasiswa abadi.
Lalu sebenarnya apa sih kendala Mahasiswa Akhir?
Di semester akhir biasanya matakuliah wajib maupun pilihan sudah diambil semuanya. Sehingga kewajiban datang ke kampus untuk mengikuti perkuliahan sudah tidak ada lagi.
Hal ini seringkali menyebabkan mahasiswa malas datang ke kampus karena mindset mahasiswa akhir bisanya pergi ke kampus nunggu dosen, eh dosennya tidak ada, lalu pulang.
Begitu seterusnya, memikirkannya saja bosan apalagi langsung mengalaminya.
Oleh sebab itu, jika kalian masih punya matakuliah, sebaiknya cicil skripsi dengan konsultasi proposal makalah sepulang kuliah. Hal ini sangat membantu penyelesaian skripsi tepat waktu.
Habisnya matakuliah yang perlu diambil menyebabkan mahasiswa merasa waktu mereka banyak yang kosong, hal ini dimanfaatkan sebagian besar mahasiswa untuk bekerja mencari uang dan meniti karir di sebuah sekolah, perusahaan, atau berbisnis sebagai persiapan setelah wisuda.
Dengan begitu mereka beranggapan sudah tidak perlu repot lagi mencari pekerjaan setelah wisuda. Akhirnya, mereka jarang bertemu dengan teman satu angkatan dan semangat untuk mengerjakan skripsi pun hilang.
Solusinya, jangan pernah lost contact dengan teman, berusahalah saling menyemangati. Bila perlu cari teman yang tidak sedang bekerja untuk menanyakan kabar atau jadwal dia datang ke kampus supaya bisa mengerjakan tugas bersama-sama.
Akibat teman satu angkatan sudah mencari jalur hidup masing-masing. Kampus akhirnya sepi dari teman seperjuangan.
Yang terlihat hanya junior ataupun adik angkatan yang notabennya belum banyak yang akrab. Alhasil mahasiswa akhir sering pergi ke perpustakaan dan kantin sendirian.
Auranya pun berbeda jauh dari mahasiswa baru yang masih semangat-semangatnya kuliah.
Jalan satu-satunya adalah berusaha akrab dengan adik angkatan agar bisa konsultasi bersama mereka.
Hal yang menyakitkan adalah ketika bertemu sanak keluarga ataupun saudara. Seringkali mereka bertanya "Kapan kamu lulus kuliah atau wisuda?".
Pertanyaan ini sama halnya dengan pertanyaan "Kapan kamu nikah/ kawin?" atau "Kapan kamu meninggal?". Berat untuk dijawab dan susah dijelaskan dengan kata-kata.
Untuk kalian yang memiliki saudara dan kerabat yang masih kuliah, jangan sekali-kali menanyakan hal itu kepada mereka.
Mungkin pertanyaannya spele, tapi akibatnya bisa membuat mereka stres dan menghindar untuk bertemu lagi.
Tidak ada mahasiswa yang tidak ingin lulus secepatnya, lalu punya pekerjaan yang mapan, dan memutuskan untuk menikah.
Namun, manusia hanya bisa berencana dan berusaha, tapi pada akhirnya Tuhan lah yang menjadi penentu semuanya melalui perantara dosen.
Mahasiswa hanya butuh dorongan dan semangat menyelesaikan tugas akhir, karena semangat itu yang biasanya hilang dari mereka.
Sementara pertanyaan kapan lulus hanya akan membuat mereka justru patah semangat.
Hal terberat bagi mahasiswa adalah putus harapan. Mereka sudah jenuh dengan rutinitas di kampus. Skripsi yang jarang atau bahkan tidak akan diterapkan di dunia kerja nanti dianggap hanya membuang waktu, tenaga, dan pikiran.
Kadang muncul dibenak mereka pertanyaan
- Skripsi untuk apa sih?
- Kenapa harus mengerjakan skripsi?
- Memangnya bermanfaat saat di dunia kerja?
- Mengapa manusia suka mewajibkan sesuatu yang pada akhirnya tidak berguna?
- Kenapa di Indonesia S1 harus skripsi padahal diluar negeri tidak ada seperti ini?
- Apakah pendidikan di Indonesia lebih bagus dari pendidikan di luar negeri?
Banyak pertanyaan bermunculan di benak mereka sebagai bentuk penolakan mengerjakan skripsi, sebetulnya harapan mahasiswa untuk lulus perlu dorongan dari luar seperti orang tua, pacar, maupun dosen. Semangat dan bantuan dari dosen sangat berarti bagi mereka.
Bukan dorongan semangat yang mereka terima, justru mahasiswa akhir sering kali di PHP-in sama dosen.
Mereka tak jarang menerima janji manis dosen saat membuat janji. Janjinya jam berapa, ketemunya ketika sudah berjam-jam nunggu, bahkan ada yang besoknya baru bertemu.
Diberi harapan palsu oleh pacar saja sudah cukup menyakitkan apalagi oleh dosen saat kita sudah berusaha mati-matian cari referensi dan menulis makalah lembur sampai larut malam untuk mendapatkan hasil terbaik tapi tak kunjung bertemu.
Tidak menutup kemungkinan mereka juga harus datang menemui dosen di rumahnya karena padatnya jadwal dosen. Yah, semua mengikuti jadwal dosen sampai jadwal kita sendiri ikut berantakan.
Giliran bertemu dosen pembimbing, yang di dapat mahasiswa adalah coretan artistik seperti tulisan seorang dokter atau seniman lukisan abstrak yang sulit ditebak arahnya kemana.
Mahasiswa semester akhir mau tidak mau harus belajar layaknya anak SD, mengeja tulisan huruf demi huruf demi mengetahui kesalahan yang harus mereka revisi.
Belum masuk ke revisian saja sudah membuat mereka bingung baca tulisan, belum lagi harus mencari pengganti materi yang mereka buat.
Mahasiswa akhir sering kali tidak tahu kapan kampus libur, kapan dosen pembimbing ngajar, kapan mereka harus datang.
Hal ini disebabkan tidak punya jadwal kuliah lagi dan hilang koneksi dengan teman. Hal ini sangat berpengaruh pada proses pengerjaan skripsi yang dibuat dan penentuan jadwal seminar, sidang, dan pengumpulan berkas akhir.
Meskipun mahasiswa akhir tidak lagi mengikuti perkuliahan dan tidak datang ke kampus, namun selama status mereka sebagai mahasiswa, mereka wajib memayar SPP setiap semester (6 bulan sekali).
Kadang hal ini seperti membuang uang saja, apalagi bagi mereka yang SPP-nya mahal. Ilmu yang di dapat tidak ada tapi tetap harus membayar biaya semesteran.
Berbeda pandangan memang hal yang wajar bagi manusia, tapi sulit jika terjadi antara dosen pembimbing 1 dan 2.
Hal ini kerap dialami mahasiswa saat konsultasi makalah. Saat dosen pembimbing satu nyuruh A, dosen pembimbing 2 justru melarang A dan menyarankan B.
Layaknya makan buah simalakama, ambil pendapat dosen ini kita disalahkan, ambil saran dosen itu kita juga dikritik.
Eh, giliran pas seminar dosen penguji malah menyarankan C. Revisi ulang dan konflik opini lagi antar dosen dan mahasiswa terkena imbasnya.
Karakter setiap orang berbeda-beda termasuk karakter setiap dosen. Parahnya adalah ketika ketemu dengan dosen iseng.
Teman saya pernah bercerita dosennya minta belikan makanan mahal saat seminar, kalau misalkan prosesnya dipermudah dan nilainya dibantu agak tinggi mungkin bagi mahasiswa tidak apa-apa, tapi yang terjadi sudah keluar uang banyak tapi nilai dikasih standar.
Tidak jarang cinta bersemi di dalam kampus, mahasiswa dan mahasiswi terjalin kasih di meja pendidikan, tapi tak jarang pula hubungan mereka kandas di tempat yang sama gara-gara skripsi yang tak kunjung kelar.
Banyak mahasiswa/i yang akhirnya memutuskan menikah terlebih dahulu sebelum wisuda, bahkan ada dalam keadaan mengandung saat bimbingan skripsi.
Yang parah adalah dilarang menikah oleh orang tua sementara sudah di desak sang cewek untuk dinikahin.
Akhirnya putus di tengah jalan karena tidak kuat menunggu si abang lulus sampai tahun mendatang.
Di semester akhir setelah PKL (Praktek Kerja Lapangan) dan KKN (Kelompok Kerja Nyata) biasanya mahasiswa mendapatkan koneksi baru dan mendapat tawaran pekerjaan.
Selain itu ada juga dari teman mereka yang sudah lulus menawarkan pekerjaan. Tapi sayang, syarat untuk masuk harus S1 sementara skripsi masih di ujung tombak.
Akhirnya iklan lowongan pekerjaan yang masuk ke chat hanya mengiris dada.
Kadang ada orang tua yang tidak sanggup membiayai keperluan kuliah anaknya, apalagi bagi mereka yang menempuh pendidikan diperantauan.
Sehingga mereka harus berusaha cari uang makan dan jajan sendiri sementara tugas akhir masih saja perlu dipikirkan.
Mereka harus menghadapi 2 pilihan sulit yang harus dipilih keduanya, antar isi perut dan lulus kuliah.
Sayang kan, 4 tahun kuliah kalau tidak dapat ijazah, udah banyak waktu, tenaga, pikiran, dan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan kuliah, tempat tinggal, dan makan setiap harinya.
Peringatan demi peringatan mahasiswa akhir terima, ambang batas kuliah sudah di depan mata, tugas akhir tak kunjung sempurna, merangkak perlahan tapi tetap berusaha, berharap ada keajaiban Tuhan mengubah semua. Ah, rasanya kangen masa SMA.
Begitulah kendala yang dirasakan mahasiswa akhir. Ingin rasanya menyerah tapi rasanya tinggal selangkah saja.