Apa pengakuan-pengakuan mengejutkan Jokowi?
Ia mengakui bahwa sebagai seorang incumbent, seorang petahana, dia telah dan sedang dihantam bertubi-tubi. Tetapi dia mengaku bahwa dia tidak bisa menyerang balik secara frontal. Dia lebih banyak bertahan dan menangkis serangan.
Mengapa dia tidak bisa menyerang? Karena di seluruh dunia, pemerintah yang sedang berkuasa, termasuk pemerintahannya, menginginkan kestabilan, ketenangan dan kedamaian. Jika dia menyerang balik, maka keadaan semakin hiruk-pikuk, gaduh dan ribut. Jika publik kemudian melihat Jokowi jarang menyerang partner demokrasinya, itu karena alasan di atas. “Lebih mudah merebut kekuasan dari pada mempertahankannya”, kata Jokowi. Lalu apa pengakuan Jokowi selanjutnya?
Jokowi mengaku bahwa saat dia memulai pemerintahannya, dia melihat perusahan negara, Petral, anak perusahaan Pertamina, sarat dengan para mafia. Ratusan triliun negara setiap tahun, mengalami kerugian akibat permainan mafia di Petral. Ketika dia mengeluarkan perintah untuk membubarkan Petral, dia ditakut-takuti oleh banyak pihak. Katanya, jika Petral di bubarkan, negara bisa runtuh. Diapun bisa jatuh. Sangat menakutkan.
Menteri dan tim yang diperintahkan untuk membubarkan Petral, tiga kali bertanya kepadanya. “Apakah Bapak Presiden telah matang-matang untuk membubarkan Petral? Apakah Bapak Presiden sudah sadar betul dampak, resiko dan konsekuensi jika membubarkan Petral?”
Bayangkan menterinya sendiri terpapar ketakutan dan ikut-ikutan menakuti Jokowi. Apa Jawaban Jokowi? “Bubarkan Petral!” Perintah Jokowi tegas. Akhirnya Petral dengan tegas dibubarkan. Lalu apa yang terjadi ketika Petral sudah dibubarkan? Sampai kini, tidak terjadi apa-apa. Ternyata pemerintah sebelumnya tidak berani membubarkan Petral karena takut.
Jokowi mengaku bahwa saat dia memulai pemerintahannya, dia melihat pencurian ikan di laut Indonesia terjadi secara masif. Ratusan juta ton ikan di laut Indonesia dicuri oleh negara lain. Lalu dia memberi perintah kepada Menteri Susi untuk menenggelamkan kapal-kapal asing itu. Jokowi mengaku bahwa Menteri Susi sendiri datang tiga kali bertanya kepadanya.
“Apakah Bapak Presiden benar-benar menenggelamkan kapal-kapal asing yang mencuri ikan? Apakah Bapak Presiden sadar reaksi marah negara-negara yang kapalnya ditenggelamkan? Apakah Bapak Presiden sudah tahu bahwa ada ‘orang-orang besar’ dari dalam negeri ikut bersengkokol mencuri ikan-ikan kita?” tanya Menteri Susi.
Bayangkan Menteri Susi sendiri ikut menakut-nakuti Jokowi. Lalu apa reaksi Jokowi? “Tenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan!” Perintah Jokowi tegas. Sejak dimulainya penenggelaman kapal-kapal asing, sudah lebih seribu kapal ditenggelamkan. Sampai kini tak terjadi apa-apa, termasuk serangan dari ‘orang-orang besar’ itu. Kini ikan-ikan di laut Indonesia dinikmati oleh orang Indonesia sendiri. Sekarang ekspor ikan Indonesia terus meningkat. Ternyata pemerintah sebelumnya menutup mata atas pencurian ikan karena takut ditakut-takuti.
Jokowi mengaku bahwa saat dia pergi ke Papua, dia mendengar dan melihat langsung harga BBM di lapangan yang selangit. Mengapa bisa terjadi begini? Siapa mafia yang bermain? Itu pertanyaan besar di benak Jokowi. Jokowi kemudian mengeluarkan perintah untuk menyamakan harga BBM di Papua yang seliternya Rp. 50.000 bahkan bisa sampai Rp. 100.000,- Harga itu harus sama harganya di Pulau Jawa yang Rp. 6.500 perliter. Para pejabat di kementerian BUMN, khususnya di Pertamina, berulang-kali menakut-nakutinya. “Itu adalah mimpi di siang bolong. Butuh biaya, usaha besar untuk mewujudkan satu harga BBM. Bisa-bisa Pertamina rugi besar dan bangkrut”, kata mereka. Lalu apa respon Jokowi?
“Samakan harga BBM di Papua dengan Jawa!” Perintah Jokowi tegas. Jokowi kemudian bolak-balik ke Papua untuk memastikan harga BBM satu harga. Setelah setahun berjuang berdarah-darah, harga BBM di Papua kini sama dengan Jawa. Demi rakyat Papua, Pertamina lewat orang-orang yang punya tekad tinggi membangun bangsa, berjuang setiap hari menantang medan berat untuk menyalurkan BBM di berbagai pelosok di Papua dan memastikan harganya sama dengan di pulau Jawa. Perjuangan berdarah-darah ini tak banyak orang yang tahu, tak banyak orang yang mengapresianya.
Saat demo besar 212 di Monas, seluruh menteri termasuk Menkopolhukam, Panglima TNI, Kapolri dan komandan Paspampres tak setuju mendatangi para demonstran di Monas. “Demi keamanan, Bapak Presiden sangat tidak disarankan ke Monas”! Lalu Jokowi menghitung.“Berapa menit kita jalan kaki ke sana?” tanya Jokowi. “Tujuh menit”, jawab ajudannya. "Saya harus ke sana. Tetapkan waktunya", kata Jokowi. “Jam 11.50 WIB”, jawab ajudan.
Begitu jam 11.40, situasi di istana masih menegangkan. Semua diam. Tak satupun yang berani mendorong Presiden Jokowi ke Monas. “Jam 11.41, Jokowi bangkit. “Mari kita ke Monas jalan kaki”. Di tengah jalan bertemu dengan JK yang berencana sholat ke Mesjid. Tetapi ketika JK diberitahu bahwa Jokowi ke Monas, JK kemudian berbalik langkah dan ikut dalam rombongan Jokowi. Setibanya di Monas, para pengawal hanya mengijinkan Jokowi di bawah panggung untuk mengucapkan sesuatu. Tetapi Jokowi ngotot naik ke atas panggung. Di atas panggung, Jokowi mengucapkan sebuah pidato singkat 2 menit. Setelah pidato, Jokowi segera balik ke istana dengan aman.
Jokowi mengaku bahwa saat dia memulai pemerintahannya, HTI yang tujuannya mendirikan negara khilafah, sudah berakar-berurat di seluruh wilayah Indonesia. Dia heran mengapa organisasi ini yang di banyak negara sudah dilarang, tetapi di Indonesia masih berdiri kokoh? “Bubarkan HTI lewat Perpu”! Dia pun ditanya tiga kali oleh Menkopolhukam Wiranto, Kapolri dan pejabat keamanan lain.
“Apakah Bapak Presiden sudah memikirkan matang-matang untuk membubarkan HTI? Apakah Bapak Presiden sudah sadar betul resiko dan dampak lain jika ormas ini dibubarkan?” Bayangkan, Menteri Wiranto ikut menakut-nakuti Jokowi. Lalu apa respon Jokowi? “Bubarkan HTI besok” Perintah Jokowi tegas. Esoknya HTI dibubarkan. Semua melongo dan menganga. Sejak HTI dibubarkan, keadaan baik-baik saja. Ternyata pemerintah sebelumnya tidak berani membubarkan ormas ini karena takut ditakut-takuti.
Jokowi mengaku bahwa jika ia rakus dengan prestasi ekonomi, silau pujian, maka ia hanya membangun pulau Jawa. Jika ia mau, ia bisa mengucurkan anggaran besar-besaran untuk membangun ekonomi di pesisir Jawa. Ekonomipun bisa dipastikan dengan cepat tumbuh hingga 7 persen. Lalu mengapa Jokowi tidak melakukannya? Keadilan sosil. Pemerataan. Itulah jawaban Jokowi. Ia membangun Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, demi keadilan sosial, demi pemerataan. Pembangun infrastruktur sekarang tidak langsung dinikmati hasilnya sekarang tetapi 20 tahun ke depan dan bukan di era pemerintahannya.
Jokowi mengaku bahwa seorang pemimpin harus mengambil keputusan-keputusan berani dan tepat. Keputusan-keputusan yang diambil tentu saja bukan tanpa perhitungan. “Ada hitung-hitungnya”, kata Jokowi.
Itulah pengakuan-pengakuan mengejutkan Jokowi. Ternyata menjadi Presiden itu berat. Jadi biarkan Jokowi tetap menjadi Presiden 2019 mendatang.
By : Asaaro Lahagu