Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul "Pacaran Itu Boleh, Asalkan Wajar". Nah, sekarang kita masuk pada bagian kedua yang bertemakan "Pacaran Itu Adalah Masa Penjajakan".
Sebagian orang berpendapat bahwa pacaran merupakan satu-satunya jalan untuk mengenal pasangan hidup. Pacaran adalah masa penjajakan, dimana kita belajar untuk mengerti pasangan lebih jauh, baik itu tentang sifatnya, kebiasaannya, dan segala hal yang berhubungan dengannya. Jadi bila suatu saat kita menemukan ketidakcocokan, kita bisa putus dan mencari sosok yang lain. Sehingga terhindar dari penyesalan saat menikah.
Sekilas pendapat tersebut memang masuk akal. Ada kekhawatiran yang mendatangi setiap orang yang ingin membangun rumah tangga. Hal pertama itu jelas tentang pasangan. Apalagi tidak jarang kita mendengar kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), perceraian, bahkan ada yang lebih sadis dari itu semua.
Kita pasti sepakat bahwa tidak ada orang yang ingin pernikahannya hancur. Apalagi pernikahan itu sekali seumur hidup. Tapi yang menjadi pertanyaan, apa iya pacaran dapat menjamin kita terhindar dari hal tersebut? Apakah pacaran benar-benar efektif sebagai cara menjajaki pasangan?
Analoginya begini, saat kita ingin membeli mangga, biasanya penjual menyodorkan kita 1 buah untuk dicicipi. Setelah dicoba, ternyata rasanya sangat manis. Kita pun akhirnya tertarik untuk membeli. Kemudian memutuskan membeli 2 kg untuk dimakan bersama keluarga di rumah. Begitu dicoba di rumah, ternyata tidak semua buah terasa manis. Ada yang asam bahkan busuk. Kita merasa tertipu karena penjual sengaja memberikan buah terbaik untuk dicicipi. Begitu dibeli, buah itu malah dicampur dengan yang busuk dan asam. Kita baru sadar bahwa yang dijual disana tidak semuanya manis. Buah yang disuguhkan ke kita hanyalah akal-akalan penjual agar kita mau membeli.
Sama halnya dengan pacaran. Pada dasarnya manusia pasti memiliki sisi baik dan sisi buruk. Namun, yang sering ditunjukkan saat pacaran adalah sisi baik saja. Bahkan mungkin dibuat-buat baik dari biasanya. Begitu menikah, semuanya terbongkar. Sifat buruk yang ditutup-tutupi muncul satu persatu. Ujung-ujungnya masih kecewa juga kan? Begitu orang tua nanya, "Kamu bilang dia baik, kok begini?". Kamu hanya bisa jawab, "Iya, dulu dia baik, ma. Dia dulu tidak seperti ini. Dia sudah berubah."
Padahal, dulu dia hanya menutupi kekurangannya, atau bisa jadi sebenarnya dulu dia sengaja berubah menjadi baik untuk mendapatkan kamu. Setelah dapat, dia kemudian menunjukkan sifat aslinya. Sebab yang namanya sifat asli itu pasti tidak bisa disembunyikan lama-lama. Ibarat bangkai disembunyikan, pasti akan keciuman juga baunya.
Tapi ada juga loh yang pacaran sesuai sifat aslinya. Saya beberapa kali mendengar curhatan teman. Mereka bilang pacarnya kasar, suka membentak dan suka main tangan (memukul). Saya hanya bisa kasih saran,
"Coba kamu bicarakan baik-baik sama dia, jelaskan apa yang kamu rasakan saat dia begitu. Kasih dia arahan supaya lebih mampu mengontrol emosi. Sebisa mungkin selesaikan masalah dengan kepala dingin. Kalau dia gak bisa berubah, lebih baik putusin aja. Ngapain mempertahankan lelaki seperti itu, kan buat sakit sendiri."
"Aku udah coba berbagai cara buat sadarkan dia, tapi hanya bertahan beberapa hari. Setelah itu dia kembali main kasar. Aku gak bisa putus dari dia, aku udah terlanjur sayang sama dia. Kami udah menjalin hubungan lama, masa harus putus begitu aja?"
"Sayang mah gak segitunya juga kali, emang kamu mau seumur hidup dikasarin terus? Ini sampai biru dan lebam-lebam lagi. Kayak gak ada laki-laki lain lagi di dunia ini. Seharusnya kamu bersyukur tau sifat dia sekarang. Cepat-cepat putuskan, apalagi udah tau dia gak bisa berubah."
Terdengar bodoh kan? Namanya juga orang lagi jatuh cinta, hati bisa mengalahkan logika. Ada juga teman lain yang curhat ke saya. Bedanya dia mau memutuskan pacarnya, tapi pacarnya selalu mengejar dia, bahkan memberikan ancaman kalau sampai mereka putus, pacarnya tidak segan-segan melakukan hal buruk pada si cewek. Parah bukan?
Sebenarnya masih banyak curhatan dan realita kehidupan orang yang berpacaran. Namun, pada initnya alasan pacaran sebagai masa penjajakan adalah salah. Sebab dari cerita penjual buah, curhatan teman pertama, dan curhatan teman kedua, ada beberapa poin yang dapat disimpulkan:
- Seseorang bisa saja menjadi orang lain saat pacaran.
- Kebanyakan saat pacaran orang menunjukkan yang baik-baik saja.
- Pacaran tidak menjamin kita bisa mengenal pasangan secara keseluruhan.
- Seseorang bisa terjebak pada hal buruk karena berpacaran dengan orang yang salah.
- Memutuskan pacar tidak semudah yang dibayangkan.
- Niat ingin mempunyai hubungan yang harmonis setelah menikah, justru mendapatkan pengalaman pahit sebelumnya dan bahkan mungkin sesudahnya juga.
Selanjutnya, bisa kamu tambah sendiri poin ke-7 dan seterusnya ya. Saya rasa sekian dulu artikel pembelaan bagian kedua dari pacaran ini. Pembelaan bagian ketiga nanti akan dibahas pada artikel selanjutnya: Kalau Tidak Pacaran dan Tidak Ada Rasa Cinta Bagaimana Jadinya Setelah Menikah?
Sumber foto: IDN Times
Sumber foto: IDN Times