Dalam kehidupan umat Islam, khutbah Jumat memiliki posisi yang sangat penting. Ia bukan hanya sekadar pengganti dua rakaat salat Zuhur pada hari Jumat, tetapi juga menjadi momen penyampaian pesan-pesan keagamaan, sosial, dan moral yang sangat strategis.
Namun, pada kenyataannya, banyak di antara khatib yang terlalu bersemangat dalam menyampaikan khutbah, sehingga melenceng dari apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: khutbah yang ringkas dan penuh makna.
Khutbah Nabi: Singkat Tapi Mengena
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah suri teladan terbaik dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam menyampaikan khutbah.
Dalam berbagai riwayat shahih, disebutkan bahwa beliau menyampaikan khutbah dengan bahasa yang jelas, padat, dan tidak bertele-tele.
Bahkan, waktu yang dibutuhkan untuk khutbah beliau tidak sampai melebihi waktu salat yang akan dilaksanakan.
"Panjang salat seseorang dan pendek khutbahnya adalah tanda kefasihan dan pemahamannya. Maka perpanjanglah salat dan pendekkanlah khutbah."
(HR. Muslim)
Dari hadis ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa khutbah yang terlalu panjang justru bukanlah tanda kealiman seseorang, melainkan bisa menjadi isyarat bahwa ia tidak mengikuti jejak Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Tujuan Khutbah Bukan Pamer Keilmuan
Sering kali kita jumpai khutbah yang terlalu panjang karena khatib ingin menunjukkan keluasan ilmu yang dimilikinya.
Ia mengutip banyak dalil, membawa berbagai kisah dan pendapat ulama, tetapi melupakan siapa yang menjadi audiensnya.
Padahal, khutbah bukanlah ajang unjuk kebolehan dalam menyampaikan materi ilmiah. Khutbah adalah media mengingatkan dan menyeru kepada kebaikan dengan cara yang bijaksana dan efektif.
Kita harus menyadari bahwa tidak semua jamaah memiliki konsentrasi dan kemampuan menyerap materi selama 30 hingga 60 menit penuh.
Ada yang datang dari tempat kerja, ada yang masih lapar, ada yang membawa anak kecil, bahkan ada yang baru saja selesai menghadapi masalah hidup.
Jika khutbah terlalu lama, alih-alih menjadi penyegar jiwa, malah bisa menimbulkan rasa bosan dan kehilangan fokus.
Efek Negatif Khutbah yang Panjang
Berikut beberapa dampak negatif dari khutbah yang terlalu panjang:
1. Menghilangkan Konsentrasi Jamaah
Jamaah yang tadinya antusias dan penuh semangat mendengarkan pesan-pesan agama, perlahan akan kehilangan perhatian jika khutbah berjalan terlalu lama.
Mereka akan mulai melihat jam tangan, menguap, bahkan tertidur. Dalam kondisi seperti ini, tujuan utama khutbah menjadi tidak tercapai.
2. Membuat Salat Jumat Terasa Berat
Padahal dalam syariat Islam, salat Jumat dimaksudkan untuk menjadi momen berkumpulnya kaum Muslimin dalam kondisi yang ringan dan menyenangkan.
Jika khutbah terlalu panjang, apalagi disampaikan dengan gaya monoton, maka salat Jumat justru terasa seperti beban berat yang ingin cepat-cepat ditinggalkan.
3. Membuka Pintu Ketidakdisiplinan
Tidak sedikit jamaah yang akhirnya datang terlambat karena tahu khutbah akan berjalan lama. Mereka sengaja datang menjelang iqamah agar tidak perlu duduk terlalu lama. Ini jelas bertentangan dengan semangat Islam untuk menghormati waktu dan adab Jumat.
Sunnah Nabi: Khutbah Pendek, Tapi Penuh Hikmah
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dikenal dengan khutbah yang tidak bertele-tele. Beliau menyampaikan pesan yang langsung menyentuh hati, berisi ajakan taqwa, pengingat tentang akhirat, dan seruan untuk memperbaiki diri.
Khatib yang ingin mengikuti sunnah Nabi seharusnya fokus pada inti pesan yang ingin disampaikan. Cukup dengan 2-3 poin utama yang disampaikan dalam waktu sekitar 10 hingga 15 menit untuk setiap khutbah, itu sudah sangat ideal. Bahkan banyak ulama sepakat bahwa khutbah Nabi tidak lebih panjang dari waktu salat yang beliau lakukan.
"Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memperpanjang khutbah, namun beliau menyampaikannya dengan kata-kata yang padat dan makna yang dalam."
(HR. Abu Dawud)
Adab dalam Menyampaikan Khutbah
Agar khutbah tidak melenceng dari sunnah, berikut beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh seorang khatib:
1. Persiapan yang Matang
Khatib harus menyiapkan materi dengan baik dan menyusun poin-poin secara runtut. Jangan menyampaikan khutbah secara spontan tanpa arah, karena itu akan cenderung menjadi panjang dan melebar.
2. Menggunakan Bahasa yang Mudah Dipahami
Gunakan bahasa yang sederhana dan sesuai dengan tingkat pemahaman jamaah. Hindari istilah-istilah asing yang tidak familiar dan bisa membingungkan.
3. Fokus pada Pesan Taqwa
Sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an, tujuan khutbah adalah untuk menyeru kepada ketakwaan. Maka, seluruh isi khutbah hendaknya mengarah kepada hal itu.
4. Menjaga Irama dan Intonasi Suara
Khatib harus berbicara dengan intonasi yang jelas, tidak monoton, dan tidak terlalu cepat. Intonasi yang baik bisa membantu jamaah lebih fokus.
5. Hindari Politik dan SARA
Khutbah bukan tempat kampanye atau menyulut permusuhan antar kelompok. Jangan membawa isu-isu politik yang dapat memecah belah jamaah.
Penutup: Ikutilah Sunnah dengan Meringkas Khutbah
Khutbah Jumat yang terlalu panjang sama saja dengan tidak mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Justru dengan khutbah yang pendek, padat, dan bermakna, seseorang bisa menjadi khatib yang lebih efektif dan dicintai jamaahnya.
Kita harus ingat bahwa tujuan khutbah bukanlah banyaknya kata, tapi kedalaman pesan. Dengan meneladani Rasulullah yang selalu meringkas khutbahnya namun tetap penuh hikmah, kita akan lebih mampu menghidupkan semangat Islam di tengah-tengah umat.
Semoga para khatib di seluruh penjuru dunia Islam dapat mengambil pelajaran dari hal ini dan memperbaiki gaya penyampaiannya agar khutbah benar-benar menjadi cahaya pencerahan, bukan beban yang dihindari.