Jualan Berkedok Arisan: Modus Baru Meraup Untung Besar dengan Harga Tak Masuk Akal

Jualan berkedok arisan adalah praktik yang semakin marak, terutama di era media sosial. Dengan memanfaatkan ketidaktahuan dan rasa percaya dalam lingk

Di tengah maraknya aktivitas sosial dan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat, konsep arisan masih menjadi tradisi yang banyak diminati di masyarakat Indonesia. 

Namun, di balik wajah sosial dan kekeluargaan arisan, muncul fenomena baru yang memprihatinkan: jualan berkedok arisan

Modus ini terlihat seolah-olah seperti kegiatan menabung atau investasi yang menguntungkan, padahal sesungguhnya hanyalah strategi untuk menjual barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga pasar, bahkan tak jarang pelakunya meraup untung berlipat ganda secara tidak etis.


Arisan: Antara Tradisi dan Peluang Bisnis

Arisan pada dasarnya adalah bentuk simpan-pinjam secara bergilir yang dilakukan oleh sekelompok orang. 

Setiap anggota menyetor sejumlah uang dalam jangka waktu tertentu, dan uang tersebut akan diterima secara bergiliran oleh setiap peserta.

Sayangnya, sistem ini kini dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menjual produk-produk dengan skema "arisan barang". 

Barang-barang seperti peralatan dapur, perabot rumah tangga, skincare, tas, hingga gadget, dikemas dalam bentuk arisan. 

Setiap anggota wajib membayar sejumlah uang setiap bulan, dan akan mendapatkan barang di bulan tertentu sesuai urutan.

Sekilas, konsep ini tampak sah-sah saja. Tapi ketika ditelusuri lebih dalam, banyak yang baru sadar bahwa harga barang yang dijual dalam "arisan" ini bisa dua hingga tiga kali lipat dari harga pasar, bahkan kualitasnya seringkali jauh di bawah ekspektasi.


Modus Jualan Berkedok Arisan

Fenomena ini bermula dari munculnya akun-akun media sosial, grup WhatsApp, hingga komunitas ibu-ibu yang menawarkan program arisan barang. 

Dengan embel-embel "cicilan ringan tanpa bunga", "bisa dapat barang mahal tanpa terasa", atau "cara menabung sambil dapat hadiah", banyak orang tertarik untuk ikut serta.

Namun, ada beberapa ciri umum modus ini:

  • Harga barang tidak transparan – Harga total arisan tidak dicantumkan secara eksplisit. Yang ditonjolkan adalah "cicilan" per bulan, bukan nilai total yang harus dibayar.
  • Barang biasa, harga luar biasa – Barang yang nilainya di pasar hanya Rp200 ribu, bisa dijual lewat arisan seharga Rp500 ribu-Rp700 ribu.
  • Tidak ada jaminan kualitas – Barang seringkali tidak sesuai dengan foto atau deskripsi, namun karena sudah masuk sistem arisan, peserta sulit membatalkan.
  • Tanpa perlindungan konsumen – Karena dilakukan secara informal, pembeli tidak punya kekuatan hukum untuk menuntut jika barang tidak sesuai atau pelaksana arisan kabur.
  • Dikemas dengan gaya hidup glamor – Penjual sering menampilkan testimoni berlebihan, gaya hidup mewah, atau pencitraan sukses untuk menarik korban.

Contoh Kasus: Arisan Kosmetik dengan Harga Selangit

Salah satu kasus yang sempat viral adalah arisan kosmetik yang digagas oleh seorang influencer lokal. Ia menawarkan "arisan skincare Korea premium" dengan cicilan Rp250.000 per bulan selama 6 bulan. Artinya, peserta akan membayar total Rp1,5 juta.

Setelah mendapatkan giliran, peserta ternyata hanya menerima paket berisi 3 produk: toner, serum, dan krim wajah. Setelah diselidiki, ternyata produk-produk tersebut dijual bebas di marketplace seharga total Rp500.000-an.

Artinya, keuntungan si penjual bisa mencapai Rp1 juta per peserta. Dengan jumlah anggota mencapai 50 orang, total keuntungan mencapai Rp50 juta hanya dari satu arisan!

Yang lebih menyedihkan, sebagian peserta merasa "tidak enak" komplain karena arisan dijalankan dalam lingkup pertemanan atau keluarga, sehingga banyak yang memilih diam.


Mengapa Banyak yang Terjebak?

Ada beberapa alasan mengapa banyak orang tergoda ikut arisan barang yang sebenarnya merugikan:

  1. Kurangnya literasi finansial – Tidak semua orang terbiasa menghitung total pembayaran dalam jangka waktu panjang. Mereka hanya fokus pada jumlah cicilan bulanan.
  2. Efek sosial dan rasa tidak enak – Karena sering dijalankan oleh teman atau saudara, banyak yang ikut hanya karena tidak ingin dianggap pelit atau tidak kompak.
  3. Terbuai rayuan marketing – Pelaku menggunakan kata-kata manis seperti "murah", "ringan", "tanpa bunga", yang membuat orang tidak berpikir panjang.
  4. Janji barang mewah yang sulit dijangkau tunai – Banyak yang berharap bisa memiliki barang impian dengan cara yang tidak terasa, meskipun sebenarnya jauh lebih mahal.

Potensi Bahaya dan Kerugian

Fenomena ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga secara sosial. Berikut beberapa kerugian yang bisa terjadi:

  • Keretakan hubungan pertemanan atau keluarga – Ketika peserta merasa ditipu atau tidak puas, bisa terjadi konflik internal.
  • Kerugian materiil – Membayar lebih mahal untuk barang berkualitas rendah jelas merugikan.
  • Hilangnya kepercayaan terhadap konsep arisan – Arisan yang dulunya simbol kebersamaan berubah menjadi ladang bisnis licik.
  • Penipuan – Dalam kasus ekstrim, pelaku bisa membawa kabur uang peserta arisan.

Tips Agar Tidak Tertipu Arisan Berkedok Jualan

Agar tidak terjebak dalam praktik curang seperti ini, ada baiknya menerapkan langkah-langkah berikut:

  • Selalu cek harga pasar barang yang ditawarkan. Gunakan marketplace atau situs pembanding harga sebelum ikut arisan.
  • Tanyakan secara detail. Mintalah perincian cicilan, harga total, dan waktu pengiriman barang sebelum setuju ikut.
  • Jangan tergoda dengan kata-kata manis. Pelajari apakah arisan tersebut benar-benar memberi keuntungan atau hanya strategi jualan.
  • Waspadai arisan tanpa surat perjanjian. Jika tidak ada dokumen atau bukti tertulis, sangat berisiko.
  • Pilih arisan dari komunitas yang terpercaya. Hindari arisan dari akun-akun anonim di media sosial.

Kesimpulan

Jualan berkedok arisan adalah praktik yang semakin marak, terutama di era media sosial. Dengan memanfaatkan ketidaktahuan dan rasa percaya dalam lingkungan sosial, pelaku bisa meraup keuntungan besar tanpa memberikan nilai yang sepadan.

Sebagai masyarakat yang cerdas, kita harus lebih jeli dan kritis terhadap tawaran-tawaran arisan yang tidak masuk akal. Jangan sampai hanya karena iming-iming cicilan ringan, kita rela membayar mahal untuk barang murah.

Ingatlah bahwa tidak semua arisan itu sehat, dan tidak semua cicilan itu menguntungkan. Jangan sampai solidaritas berubah menjadi modus. Waspadalah!

Mau donasi lewat mana?

BRI - Saifullah (05680-10003-81533)

BCA Blu - Saifullah (007847464643)

Mandiri - Saifullah (1460019181044)

BSI - Saifullah (0721-5491-550)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan memberikan DONASI. Tekan tombol merah.

Penulis

Saifullah.id
PT Saifullah Digital Advantec

إرسال تعليق

Tulis komentar anda di bawah ini, lalu centang Beri Tahu Saya agar mendapatkan notifikasi saat kami membalas, lalu tekan PUBLIKASIKAN